Merantau itu...

"Nobody said it was easy, no one ever said it would be this hard" 

Lirik lagu The Scientist dari Cold Play itu cocok banget untuk menggambarkan perasaanku selama setelah 6 bulan merantau. Yap, semua orang bilang merantau bakal berat tapi ga pernah ada yang bilang kalau merantau berarti akan sangat merindukan rumah dan merindukan segala hal-hal kecil dari omelan ibu, masakan bapak yang selalu enak, banyak dan siap dihabiskan, ga pernah ada yang bilang hidup jauh dari rumah berarti akan merindukan tidur siang diganggu gonggongan anjing. No one said that. 

FYI, aku berasal dari Pulau Bali dan memutuskan melanjutkan pendidikan di Pulau Jawa saat aku berusia 18 tahun. Dan semua orang dulu bilang, merantau susah karena kamu harus ngurusin makananmu sendiri, kamu harus bersihin kamarmu sendiri dan menyiapkan segala keperluanmu sendiri. Usut punya usut, semua hal-hal yang aku sebutin tadi sama sekali bukan hal yang berat untuk aku. Selama satu semester disini aku ngerasa kebutuhan pribadi ku sangat tercukupi, apalagi dengan adanya jasa ojek online yang sangat mempermudah segala hal, 

You know what's the hardest part dari hidup merantau untuk aku adalah menata pikiran dan mental. Saat segala hal fisik sudah sangat tertata, aku bahkan tidak bisa menata pikiran ku sendiri. Bahkan setelah semester kedua, kadang pikiran dan hati ini masih suka berantakan dan itu membuat kita menjadi tidak menikmati apa yang sedang terjadi di sekeliling, tidak bisa menikmati proses. Kesendirian bukan suatu siksaan untuk aku, I kinda like it, I mostly do everything on my own tapi kadang kesendirian itu yang menjadi boomerang untuk aku. Menjadi terbuka adalah sesuatu yang bisa aku lakukan dengan orang-orang terdekat, and all of them berada di kampung halamanku. Untuk menyederhanakan kekalutan pikiran ku, cara yang paling ampuh untuk aku adalah cerita. Dan yang aku jadikan tempat bercerita adalah orang yang berkilo-kilo meter jauh disana. And sometimes we just can't tell everything, we need their presence. 

Tapi merantau itu juga ngasi banyak manfaat untuk aku, yang paling signifikan adalah turunnya berat badan. Dan aku sadar untuk menurunkan berat badan itu banyak faktor yang mendukung, selain makan yang lebih tertata, pikiran juga sangat menentukan, Karena hidup ku di rumah is way too comfortable, dan karena bapak yang bisa masak apa saja, makananku tiap hari nya (terlalu) terjamin dari segi rasa dan kuantitasnya. Hal itu membuat menunrunkan berat badan saat di rumah itu adalah hal yang impossible untuk aku. Setelah aku hidup dalam perantauan, tanpa aku harus berusaha terlalu banyak, berat badanku turun, sangat banyak. Karena makanan disini harus aku dapetin dengan usaha, dan aku harus memikirkan banyak hal disini, perasaan sedih dan rindu akan rumah juga menjadi faktor yang kuat untuk membantu aku nurunin berat badan. 

Selain nurunin berat badan, sudah pasti kita jadi bisa hidup mandiri. Dulu waktu masih SMA aku masih takut tidur sendiri lho, hahaha, tapi setelah di tanah rantau ya tiba-tiba aja berani tidur di kamar kos sendiri. Tiba-tiba perasaan berani itu datang entah darimana. Selain keberanian, banyak hal-hal dari diri kita yang muncul tanpa kita tahu we have that side all along.

I cherish my hometown more. Ini yang aku sangat rasakan setelah hidup jauh dari rumah. Selama ini aku mikir, kenapa sih orang suka banget dateng ke Bali "what's so special?"  sekarang aku sadar, kampung halamanku itu emang bener-bener indah dan nyaman banget untuk ditinggali. Ngerasa beruntung aku bisa lahir dan berkembang disana dan menjadi bagian dari adat, menjalani berbagai tradisi. I'm sorry Bali I used to take you for granted.


Sedikit cerita dan pengalaman yang aku bisa sampaikan setelah selama enam bulan lebih hidup jauh dari rumah (tentu sudah pernah pulang kampung). Dan aku yakin berapa lamapun kamu hidup merantau, rasa rindu akan kampung halaman itu akan selalu ada. So, live in the moment and never take anything for granted.

Komentar

Postingan Populer